Senin, 07 Oktober 2013

Belum Buta, Baru Kehilangan Kacamata

Adzan telah bergema. Hampir usai. Saya yg berleha-leha menyongsong seruan adzan mulai bangkit serta menyiapkan semua sesuatunya utk jalan ke masjid. Sarung, pakaian koko, peci, serta... kacamata.

Barang paling akhir ini tdk saya dapatkan. Serta saya kelimpungan mencarinya.

Barangkali kehilangan kacamata yaitu hal yg tersering untuk pemakai kacamata. Bila kehilangan handphone, tinggal di-miss-call saja telah ketemu. Namun ini kacamata. Saya dulu memikirkan andai saja kacamata mempunyai chip yg dapat ditanam seperti sebuah simcard, yg dng chip itu bila kita kehilangan kacamata tinggal pencet sebuah handheld lalu kacamata itu berbunyi. Ketemu deh. Jadi waktu membutuhkan kacamata, tak perlu panik mencarinya.

Telah sebagian waktu lamanya dari adzan usai bergema, kacamata belum ditemukan. Di lemari, diatas kulkas, diatas meja, di lemari buffet, di lebih kurang televisi, kacamata tidak kunjung ditemukan. Lalu hati ini berhasrat utk mengurungkan jalur ke masjid. Mata yg minus dua ini merasa tdk nyaman jalan keluar tiada kacamata. Namun...

Ingatan saya tiba-tiba hinggap pada suatu hadits perihal ancaman untuk orang yg melalaikan sholat berjamaah di masjid. Rasulullah saw dulu mengancam dapat membakar tempat tinggal yg didalamnya ada lelaki muslim yg telah baligh tetapi enggak sholat berjamaah ke masjid.

Ada seorang shahabat yg buta bernama Ibnu Ummi Maktum r. a. menghendaki dispensasi pada Rasulullah. “Wahai Rasulullah sebenarnya jarak pada rumahku serta masjid dibatasi oleh pohon, dapatkah saya buat jadi argumen utk melaksanakan shalat dirumah saja? ” Awalannya, Rasulullah memberinya keringanan, serta shahabat itu beranjak pergi. Tetapi baru sebagian langkah ia jalan, Rasulullah memanggilnya kembali. “Apakah anda mendengar Iqamah? ” bertanya Rasulullah. “Ya, ” jawab shahabat itu. Rasulullah bersabda lagi, “Maka datanglah anda ke masjid serta shalat berjama’ahlah anda disana. ”

Momen itu seperti yg diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Lepas dari hukum sholat berjamaah di masjid sebagai perbedaan pendapat di kelompok umur ulama fiqh, tetapi cerita itu betul-betul menyentil saya. Situasi yg saya hadapi waktu itu yaitu sore hari, dimana panggilan adzan itu utk sholat ashar. Cuaca benar-benar terang. Saya tetap dapat lihat jalur walau dng pandangan kabur. Walau saat bersua orang saya tambah baik menunduk dari pada coba menegur tetapi salah orang.

Selanjutnya saya tentukan hati pergi ke masjid tiada kacamata. Baru rabun kok, belum buta. Yang buta saja tdk memperoleh dispensasi utk ke masjid, terlebih saya yg rabun?

Allahua'lam bish-showab


-- Ghiroh Tsaqofy --